KARAKTERISTIK/TYPICAL GUNUNG GEDE-PANGRANGO:
Saya yakin
sudah ratusan ribu pendaki gunung yang pernah mendaki gunung
gede-pangrango. Begitu pun sudah belasan pendaki yang mengalami naas
yang berakibat fatal yakni meninggal dunia di dua gunung
kembar ini. Berdasarkan rekapitulasi pendakian , sejak tahun 1980 s/d
2004 tercatat sebanyak 145 ribuan pendaki yang pernah mendaki ke gunung
gede-pangrango.
Namun masih sedikit pendaki gunung/penjelajah
dan penggiat alam bebas yang mengenal lebih dekat bagaimanakah
sesungguhnya karakteristik dari Gunung Gede-Pangrango? …Mari kita coba
mengenal dan mengakrabkan diri dengan ke dua gunung ini. Karena dengan
kita lebih memahami dan mengenal lebih jauh lagi tentang ke dua gunung
ini akan banyak manfaatnya bagi kita semua dan bagi kelanjutan kehidupan
ekologi dan ekositem secara berkesinambungan . Baik bagi keselamatan
dan kenikmatan pendakian, atau untuk mendalami ilmu pengetahuan (botani,
biologi, geologi, geodosi, kegunung apian atau vulkanologi dan
konservasi), fotografi dll. Atau hanya untuk sekedar memperkaya wawasan
individu.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
mempunyai peranan yang penting dalam sejarah konservasi di Indonesia.
Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980. Dengan luas 21.975
hektare, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh hutan hujan tropis
pegunungan, hanya berjarak 100 km dari Jakarta. Di dalam kawasan hutan
TNGP, dapat ditemukan “si pohon raksasa” Rasamala, “si pemburu serangga”
atau kantong semar (Nephentes spp); berjenis-jenis anggrek hutan, dan
bahkan ada beberapa jenis tumbuhan yang belum dikenal namanya secara
ilmiah, seperti jamur yang bercahaya. Disamping keunikan tumbuhannya,
kawasan TNGP juga merupakan habitat dari berbagai jenis satwa liar,
seperti kepik raksasa, sejenis kumbang, lebih dari 100 jenis mamalia
seperti Kijang, Pelanduk, Anjing hutan, Macan tutul, Sigung, dll, serta
250 jenis burung. Kawasan ini juga merupakan habitat Owa Jawa, Surili
dan Lutung dan Elang Jawa yang populasinya hampir mendekati punah.
Iklim dan jenis tanah di kawasan TNGP memberi pengaruh terhadap kondisi kehidupan tumbuhan di TNGP.
Kawasan Gunung Gede dan Pangrango merupakan kawasan yang terbasah di
pulau Jawa, and sebagai konsekwensinya hutan di kawasan ini sangat kaya
dengan beranekaragam jenis flora. Bulan Desember – Maret merupakan bulan
terbasah, dimana hujan turun hampir setiap hari. Tetapi antara Bulan
Maret sampai September merupakan musim kering/kemarau, daun-daun kering
banyak berjatuhan dan potensial untuk menyebabkan kebakaran, namun
kelembaban lingkungan mikro hutan dan tanah mampu untuk menjaga agar
vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Pada bagian pegunungan, temperatur
udara semakin turun dan hutan sekitarnya sering ditutupi kabut, dan
kelembaban udara yang rendah di daerah ini merupakan habitat ideal bagi
tumbuhan pemanjat dan lumut.
Pada daerah yang lebih tinggi
ketersedian dan kondisi udara semakin sedikit dan menipis, dan
kelembaban makin rendah, serta ketersediaan nutrisi tanah juga sedikit.
Hal ini menyebabkan keanekaragaman jenis tumbuhan semakin rendah dan
struktur hutan sudah tidak lengkap, tidak ada pohon tinggi. Ahli ekologi
membuat klasifikasi ekosistem hutan di TNGP kedalam 3 tipe vegetasi
berdasarkan ketinggian yaitu:
Montana Bawah / sub-montana
(1,000-1,500 m d.p.l.)
Montana (1,500-2,400 m d.p.l.)
Sub - Alpin (2,400-3,019 m d.p.l)
Hutan Montana Bawah / sub - montana
Tipe vegetasi ini dapat ditemukan saat mulai memasuki kawasan TNGP.
Terdapat jenis-jenis satwa dan tumbuhan pada hutan tipe ini, termasuk
Owa Jawa dan si pohon raksasa Rasamala, yang merupakan jenis satwa dan
tumbuhan yang habitatnya pada tipe hutan ini. Hal ini disebabkan karena
tipe hutan ini mempunyai jenis vegetasi yang merupakan campuran antara
vegetasi hutan dataran rendah dan hutan pegunungan sehingga seringkali
disebut sebagai ekosistem sub montana.
Kondisi tanah di hutan
montana dataran rendah biasanya dalam, basah, dan kaya dengan
bahan-bahan organik dan partikel tanah yang subur seperti tanah liat,
karena itu, pohon-pohon di hutan montana tumbuh lebih besar dan tinggi.
Pohon-pohon dominan di hutan montana adalah saninten, dan kayu pasang
dari famili FAGACEA.
Hutan Montana
Zona ini disebut
juga ”Hutan Pegunungan Atas”, berada pada ketinggian 1500 – 2400 m dpl.
Ekoton antara vegetasi hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas
biasanya sangat jelas. Ada suatu perbedaan jelas yaitu: pohon-pohon agak
semakin jarang sehingga mudah melihat ke dalam hutan, karena pandangan
kita tidak terhalang oleh vegetasi bawah. Pendaki yang berhenti untuk
istirahat seringkali merasa lebih dingin. Kebanyakan tumbuhan yang
tumbuh pada ketinggian ini merupakan jenis tumbuhan pegunungan sejati,
hidup pada kondisi iklim sedang.
Tajuk pohon di hutan
pegunungan biasanya memiliki ketinggian yang sama, yaitu 20 meter,
percabangan pohon lebih pendek dari cabang pohon di hutan sub montana.
Pohon besar dan sangat tinggi sangat jarang, karena perakaran.
Daun-daun umumnya kecil. Herba yang umumnya ditemukan di lantai hutan
termasuk jenis yang digunakan sebagai tanaman hias yaitu Begonia,
Impatiens dan Lobelia.
Hutan Sub - Alpin
Hutan di zona
sub alpin hanya terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan pohon-pohon
kerdil, rapat dengan batang pohon yang kecil, dan lantai hutan dengan
tumbuhan bawah yang jarang. Hanya ditemukan sedikit jenis vegetasi yang
telah beradaptasi dengan lingkungan yang beriklim ekstrim, hal ini
barangkali terkait dengan kondisi tanah yang miskin hara dengan jenis
tanah berbatu (litosol).
Jenis pohon yang dominan di hutan ini
adalah cantigi (Vaccinium varingiaefolium), dari keluarga ERICACEAE, dan
dapat dengan mudah dijumpai disepanjang jalan setapak menuju kawah.
Mirip dengan famili jenis Cantigi yang asal Eropa yaitu bilberry,
cantigi juga mempunyai buah berry yang bisa dimakan. Daun cantigi muda
juga mempunyai warna menarik yaitu merah bersinar yang memperindah hutan
pegunungan, seperti halnya pohon puspa. Warna daun muda yang merah
kemungkinan merupakan upaya tumbuhan untuk melawan sinar ultraviolet
yang sangat ektrim.
Bila kita jeli dalam pengamatan dan dengan
keteletian kita bisa menemukan bunga putih kecil Argostemma montanum
di lantai hutan hutan subpegunungan. Rasamala, yang muncul dari hutan
Impatiens javanesisatas: karena kelembaban tinggi, banyak epifit yang
tumbuh di pohon –pohon seperti bunga Lobelia Montana.
Bunga
Edelweiss Jawa ( Anaphalis Javanica Sp) dapat kita temukan di sebagian
besar di sekitar kawah Gunung. Gede dan Alun-alun Suryakencana atau di
radius puncak gunung Pangrango dan di lembah Mandalawangi nya. Selain
itu kita bakal melihata bentuk kurcaci pohon sub-alpine yakni
tumbuhan/tanaman cantigi yang bunga dan buahnya dapat dimakan . Daun
muda memiliki rasa asam dan juga dimakan.
Cantigi atau Manis
Rejo (Vaccinium varingiaefolium) adalah jenis tumbuhan yang menyusun
tipe ekosistem pegunungan atas dan sebagian di tipe ekosistem sub alpin,
jenis tanaman ini mempunyai kenampakan merah, dan mempunyai daun yang
berlilin, formasi tumbuhan ini cukup indah, akan tetapi jarang sekali
dapat dilihat jenis tumbuhan ini terlihat mengumpul.
Jenis-jenis Anggrek di Gunung Gede-Pangrango
Terdapat lebih dari 200 jenis anggrek di kawasan TNGP; beberapa
diantara merupakan jenis anggrek berbunga besar dan sangat indah, namun
kebanyakan anggrek di TNGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta
sangat sulit ditemukan. Kebanyakan anggrek pegunungan hanya tumbuh pada
lingkungan yang basah dan lembab.
Trichoglottis pusilla:
merupakan anggrek dengan bunga bearoma wangi, hidup di dataran rendah
hutan pegunungan. Jenis ini hanya tumbuh pada ketinggian antara 1500 –
1700 m dpl. Juga ditemukan di Sumatera.
Cymbidium lancifolium:
termasuk anggrek yang anggota Genus ini tersebar di Asia; Jenis-jenis
anggrek dari genus ini tersebar mulai dari Indonesia sampai Jepang, dan
didalam kawasan TNGP hidup di hutan hujan pegunungan rendah.
Dendrobium hasseltii: Jenis anggrek yang habitatnya di ketinggian, dan
nama anggrek ini ”hasseltii” merupakan nama peneliti yang menemukannnya
di Gunung Pangrango.
Topografi
Kawasan Konservasi TN
Gunung Gede-Pangrango terdiri dari beberapa gunung, yaitu Gunung
Pangrango (3.019 m), Gede (2.958 m), Gumuruh (2.929 m), Masigit (2.500
m), Lingkung (2.100 m), Mandalawangi (2.044 m) dan beberapa gunung kecil
lainnya.
Dibeberapa tempat bertopografi landai sampai datar,
misalnya Alun-alun Surya kencana (50 Ha) yang terletak dikomplek Puncak
Gede, Alun-alun Mandalawangi (5 Ha) di puncak Pangrango dan di komplek
Danau situgunung(15 Ha). Ketinggian tempat berfariasi : mulai 800 meter
sampai 3.019 meter di atas permukaan laut.
Iklim
Ada dua iklim yaitu musim kemarau dari bulan Juni sampai Oktober dan musim penghujan dari bulan Nopember ke April.
Selama bulan Januari sampai Februari, hujan turun disertai angin yang
kencang dan terjadi cukup sering, sehingga berbahaya untuk pendakian.
Hujan juga turun ketika musim kemarau, menyebabkan kawasan TNGP memiliki
curah hujan rata-rata pertahun 4000 mm.
Rata-rata suhu di Cibodas 23 °C, dan puncak tertinggi berada pada >3000 m dpl.
Pengelolaan Kawasan
TNGP merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh
Pemerintah Indonesia tahun 1980, di tahun 2007 sudah 50 taman nasional
dibentuk oleh Pemerintah di seluruh Indonesia. Seperti halnya kawasan
konservasi lainnya di Indonesia, pengelolaan kawasan TNGP merupakan
tanggungjawab dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
Alam, Departemen Kehutanan.
Secara administratif, kawasan TNGP
berada di 3 kabupaten (Bogor, Cianjur dan Sukabumi) Provinsi Jawa
Barat. Kantor pengelola yaitu Balai TNGP berada di Cibodas, dan dalam
pengelolaannya dibagi menjadi 3 (tiga) Seksi Konservasi Wilayah (SKW),
yaitu SKW I di Selabintana, SKW II di Bogor, dan SKW III di Cianjur, dan
13 resort pengelolaan dengan tugas dan fungsi melindungi dan
mengamankan seluruh kawasan TNGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya
alam menuju pemanfaatan hutan yang berkelanjutan.
POTENSI BIOTIK
Flora
Secara keseluruhan kawasan TN Gunung Gede Pangrango termasuk formasi
hutan hujan tropis pegunungan dengan tiga asosiasi hutan yang utama
yaitu asosiasi puspa, asosiasi puspa-jamuju serta sosiasi hutan cantigi.
Namun demikian di samping tiga asosiasi hutan tersebut, terdapat
beberapa asosiasi hutan lain yang sifatnya lokal.
Apabila
dilihat dari jenis-jenis pohon yang mendominasi di setiap ketinggian
tempat, maka dapat dikelompokkan menjadi zona-zona sebagai berikut:
ZONA SUB - MONTANA (800-1.400 meter) ditandai dengan tiga lapisan tajuk
yang didominasi oleh rasamala (altingia excelsa) yang tinggi pohonnya
dapat mencapai 60 meter dan Castanopsis aegntea, Antidesma tetrandum dan
litsea Sp. Dan semak-semak (Ardisia fulginosa dan Dichera febrifuga).
Selain itu banyak jenis tumbuhan bawah, epifit dan lumut, di antaranya
dapat di jumpai begonia, paku-pakuan,anggrek dan lumut merah (Sphagnum
gedeanum). Salah satu yang mudah dikenali adalah jenis dari paku-pakuan
(Asplenium nidus) yang berdiameter dapat mencapai 2 meter
ZONA
MONTANA (1.400-2.400 meter) : memiliki beberapa jenis yang mudah
dikenali yaitu: puspa (scima wallichii), jamuju (podocarpus imbricatus),
dan kijebung (polyosma illifocia).
ZONA SUB - ALPIN (di atas
2.400 meter) : ditandai adanya dominasi jenis cantigi (Vaccinium
varingiaefolium) dan bahkan merupakan vegetasi tunggal di daerah kawah.
Tumbuhan lainnya yang terdapat di zona ini adalah bunga edelwis
(anaphalis javanica) yang oleh para pencinta alam disebut bunga abadi
karena bunganya separti tidak pernah layu.
Berdasarkan hasil
surfey yang dilaksanakan pada tahun 199, dilaporkan bahwa keanekaragaman
jenis tumbuhan di kawasan Taman Nasional ini, jumlahnya makin menurun
dengan semakin tingginya tempat dari permukaan laut. Pada zona Sub
Montana terdapat 249 jenis flora, zona Montana terdapat 185 jenis dan di
zona Sub Alpin hanya terdapat 36 jenis.
Fauna
Tingginya nilai keaneragaman jenis tumbuhan di TN ini disebabkan adanya
curah hujan yang tinggi, sinar matahari yang cukup, keadaan topografi
yang bergunung-gunung, keadaan tanahnya yang subur dan faktor lainnya
yang mendukung, maka hidup dan berkembang biaklah berbagai jenis satwa.
Satwa tersebut meliputi mamalia, burung (aves), serangga (insekta),
binatang melata (reptilia), binatang yang hidup diair dan didarat
(amphibia), dan beberapa jenis binatang air.
Burung yang hidup
di TN Gede Pangrango : Terdapat sekitar 250 jenis atau lebih dari 50%
jenis burung yang ada di pulau jawa . Beberapa jenis yang mudah dijumpai
diantaranya adalah : elang jawa (Spizaetus bartelsi), tukung tumpuk
(Megalaina corvina), burung kipas (Rhipidura phoenicura), burung kuda
(Garulax rutriforn), berecet (Alcippe phychoptera), srigunting
(Dicrurus remifer), sepah (Perirotus miniatus), cingcoang (Myomela
diora), jarak hutan (Herpactes reinwardtii) dan cicakopi (Pomatorhinus
montanus).
Beberapa jenis satwa liar tergolong langka yang ada
di kawasan hutan gunung Gede Pangrango diantarany adalah : macan tutul (
Panthera pardus), anjing hutan (Ciuon palnus), trenggiling (Manis
javanica), kancil (Tragulus javanicus) dan kijang (Muntiakus muntjak).
Empat primata yang kadang terdengar suaranya adalah : owa (Hylobates
moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypitechus auratus) dan
kera abu-abu (Macaca fascicularis). Owa dan surili adalah satwa endemik
dan dilindungi undang-undang.
Beberapa jenis kupu-kupu juga
terdapat di TN Gede Pangrango. Cacing sonari, sejenis cacing besar yang
panjangnya bisa mencapai 60 cm. Juga terdapat dan sering terdenger
suaranya yang mendengung cukup keras.
POTENSI WISATA ALAM & PETUALANGAN /PENDAKIAN
Kegiatan wisata dan petualangan alam bebas yang dapat dilakukan
antaranya adalah untuk berolahraga jalan kaki, mendaki, berkemah,
memotret, menyaksikan dan menikmati keindahan alam, mengagumi
gejala-gejala alam yang ada, di antara lain yaitu :
Telaga
Biru: terletak 1,5 km. Dari pintu masuk cibodas. Disebut telaga biru
kencana airnya dapat terlihat berwarna biru yang disebabkan oleh jenis
ganggang biru yang hidup didalamnya. Warna biru akan lebih jelas
terlihat apabila permukaan air telaga tersinar matahari.
Rawa
Gayonggong : terletak 1,8 Km Dari pintu masuk Cibodas. Rawa mengandung
belerang dengan latar belakang hutan pegunungan yang terdapat pada
ketinggian 1.400 meter itu, merupakan pemandangan unik yang eksotis
serta langka ditemui .
Air Terjun : air terjun Cibeureum
terletak 2,5 Km dari pintu masuk Cibodas. Dilokasi air terjun ini
terdapat dua buah air terjun lainnya yang lebih kecil yaitu : air terjun
cikundul dan cidendeng. Disisi sebelah kanan dari air terjun Cibeurem
terdapat limut merah (spagnum gedeanum) yang tidak dapat diketemukan di
lokasi lain. Air terjun ini merupakan air terjun tertingggi yang dapat
di kunjungi oleh wisatawan. Air terjun curug Sawer terletak 2 km dari
pintu masuk taman wisata Alam Situ Gunung. Umumnya air terjun ini
merupakan tujuan awal dari kunjungan wisatawan, baru kemudian menuju ke
telaga untuk bersantai sambil menikmati kesejukan udara dan indahnya
panorama yang ada.
Air panas : terletak 5,2 km dari pintu
masuk cibodas, diketinggian 2150 m. Dpl. Tidak jauh dari tempat berkemah
Kandang Batu. Para pendaki biasanya menyempatkan diri mandi di mata air
panas tersebut sambil beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanannya.
Kawah Gunung Gede : Kawah Gunung Gede berjarak 8,9 km dari pintu masuk
Cibodas. Sejauh 500 meter mendekati puncak, merupakan daerah yang
gersang sebagai akibat letusan gunung yang pernah terjadi. Di daerah ini
tidak terdapat pepohonan dan rerumputan hanya tumbuh menyebar di
beberapa tempat. Kawah Gunung Gede masih aktif dan secara periodik
mengeluarkan gas-gas yang berbau belerang. Terdapat tiga buah kawah
dalam satu kompleks yang berdekatan,yaitu : Kawah Ratu yang paling
besar,Kawah Lanang dan Kawah Wadon.
Alun-alun suryakencana : Pada
ketinggian 2.750 meter,antara Gunung Gede dan Gunung Gemuruh, terdapat
daerah datar dengan panjang 1.500 meter dan lebar 250 meter. Lokasi ini
berjarak 10,2 km dari pintu masuk Cibodas dan 6,9 km dari pintu masuk
gunung putri. Di daerah tersebut banyak ditemukan bunga edelweiss
(anaphalis javanica sp) yang betebaran memutih memenuhi luasnya
alun-alun.Dibeberapa tempat, pohon bunga edelwis dapat mencapai tinggi 4
- 8 meter. Di alun-alun Suryakencana disediakan tempat berkemah untuk
kapasitas 50 tenda.
Alun-alun Pangrango : terletak dilereng gunung
Pangrango. Seperti alun-alun Suryakencana, lapangan ini banyak ditumbuhi
bunga edelwis tetpi luasnya lebih kecil daripada alun-alun
Suryakencana.
Pusat Penyelamatan dan Rehabilitasi Owa Jawa
Javan Gibbon Center (JGC) berdiri sejak tahun 2003, berlokasi di
kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Lembaga ini merupakan
kerjasama antara PHKA-Departemen Kehutanan RI dan Yayasan Owa Jawa yang
didukung oleh Conservation International Indonesia, Balai Besar Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Universitas Indonesia dan Silvery Gibbon
Project (SGP).
JGC merawat Owa Jawa dari hasil sitaan dan
penyerahan sukarela dari masyarakat. Tujuan keberadaan JGC adalah untuk
merehabilitasi Owa Jawa eks-peliharaan, mengembalikan kondisi fisik,
kesehatan, perilaku pada masa rehabilitasi dan melepasliarkan kembali
pasangan Owa Jawa yang telah siap kedalam kawasan-kawasan hutan yang
sesuai berdasarkan prinsip-prinsip konservasi.
Owa Jawa
(Hylobates moloch) merupakan jenis primata arboreal yang tinggal di
hutan tropis, makanannya berupa buah, daun dan serangga. Satu keluarga
Owa Jawa umumnya terdiri dari sepasang induk dan beberapa anak yang
tinggal dalam teritori mereka. Owa jawa merupakan satwa endemik pulau
Jawa. Dalam daftar satwa terancam mereka termasuk kategori kritis
(IUCN,2004). Ancaman bagi mereka di dalam adalah kehilangan habitat,
perburuan dan perdagangan untuk dijadikan satwa peliharaan. Beberapa
hasil survey perkiraan populasi mereka di alam tersisa lebih kurang 4000
individu. Populasi kecil yang tersisa di alam dan terisolasi membuka
peluang bagi mereka mengalami kepunahan.
Sarana dan Prasarana
Fasilitas untuk para wisatawan yang senang melakukan kegiatan wisata
alam di kawasan TN Gunung Gede Pangrango cukup tersedia. Di pintu masuk
Cibodas terdapat Wisma Cinta Alam dan Pusat Informasi.
Jalan setapak
dengan lebar antara 1 - 1,5 meter yang telah diperkeras dengan batu,
menghubungkan Cibodas, Gunung Putri, Selabintana dan obyek - obyek
lainnya.
AKSESIBILITAS
TN Gunung Gede Pangrango dapat
dicapai melalui empat pintu masuk yaitu Cibodas dan Gunung Putri
(Kabupaten Cianjur) serta Salabintana dan Situgunung (Kabupaten
Sukabumi). Pintu masuk Cibodas merupakan pintu utama dan terletak dekat
kantor Taman Naional. Dapat ditempuh dengan mobil; jarak dari Jakarta
100 Km atau dapat ditempuh dengan waktu 2,5 jam dan dari Bandung
ditempuh selama 2 jam. Pintu masuk Gunung Putri yang agak berdekatan
dengan Cibodas dan Pacet. Pintu masuk Situgunung berjarak 15 Km dari
Cisaat, Sukabumi.
Article source::
_https://www.facebook.com/pages/Estepe/140819622782636
Tidak ada komentar:
Posting Komentar