PELOPOR MARATHON MOUNTAINEERING INDONESIA
Di usia 51 tahun, ia berhasil mendaki 24 gunung dalam 24 hari sendirian. Percaya?
KETIKA pendaki muda berbondong-bondong mendaki tujuh puncak gunung tertinggi di dunia, Willem Tasiam, 54, malah lebih suka memilih untuk menjelajah gunung-gunung di Jawa, Bali, dan Lombok.
Willem yang mengaku mencintai gunung sejak umur 17 tahun, tidak suka
dan tak ingin ikut arus. Pendakian bergengsi macam seventh summit
Atau pendakian kutub utara tak memikat hatinya. “Tiap orang punya
keinginan masing-masing. Saya pikir panggilan saya adalah mendaki
gunung-gunung di sini saja ( dalam negeri) ,” katanya.
Sudah
tak terhitung banyaknya pendakian yang telah dilakukan Willem di
deretan pegunungan Pulau Jawa. Jalur pendakian sudah ia hafal di luar
kepala. Bertandang ke Gunung Slamet, Merapi, Semeru, atau Kawah Ijen,
tak ubahnya seperti bertandang ke rumah kawan lama. Bersilaturahim
kepada para pemandu di pos jaga sudah menjadi hal wajib di sela
perjalanannya.
Kini, ia dikenal sebagai satu-satunya penjelajah
alam yang memelopori pendakian maraton, sebuah reli perjalanan dari
puncak gunung satu ke puncak yang lain dengan waktu seminim mungkin.
Manajemen waktu, perencanaan, dan pengenalan medan menjadi kuncinya.
Rekor tercepat Willem diraih pada 2009 ketika ia berhasil mendaki 24
gunung di sepanjang Jawa hingga Lombok dalam waktu 24 hari saja.
BERAWAL DARI MEMBACA SEBUAH BUKU
Keinginan Willem untuk melakukan pendakian maraton datang ketika ia
membaca sebuah buku saku berjudul Petunjuk Praktis Mendaki Gunung.
Ketika membaca biografi singkat salah seorang pengarang /pendaki tanah
air, di lembar-lembar terakhir buku, ia menemukan sebuah kalimat yang
menggelitik.
“Di situ tertulis, bahwa pengarang buku ini
pernah mendaki tujuh gunung dalam 25 hari. Kemudian saya bilang sama
teman, kalau segitu saja sih saya bisa,” cerita Willem.
Pada
2004, ia membuktikan bahwa omongan itu tak sekadar kesombongan belaka.
Selama 20 hari, ia mendaki 14 gunung di Jawa dengan ketinggian 2.900
meter hingga 3.700 meter di atas permukaan laut (dpl).
Tahun
berikutnya, Willem tak puas diri. Ia menantang fisiknya sendiri untuk
menjelajah 20 gunung dalam 29 hari. Tantangan ini sukses dia lakukan
dalam 26 hari saja.
Pada 2006, Willem mempertajam rekor dengan
melahap 22 gunung dalam 25 hari saja. Di tahun berikutnya, rekor ini
dipertajam lagi menjadi 23 gunung dalam 23 hari.
“Rutenya
selalu sama, dimulai dari barat Jawa, menyusur deretan pegunungan hingga
ke timur. Lama-lama, karena gunungnya bertambah, saya lanjut ke Bali
dan Lombok,” kata dia.
Rekor tercepatnya dipecahkan pada 2009
ketika berhasil mendaki 24 puncak gunung dalam 24 hari. Tak seperti
kebanyakan pendakian maraton sebelumnya yang dimulai dari barat,
perjalanan kali itu dimulai dari timur, yaitu dimulai dari Gunung
Tambora di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dilanjutkan Rinjani, Agung,
Kawah Ijen, Raung, Argopuro, Semeru, Arjuno, Welirang, Paderman, Butak,
Lawu, Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Slamet, Ceremai, Tampomas,
Burangrang, Guntur, Cikuray, Gede, dan Pangrango.
Ketinggian
gunung bervariasi antara 1.900 meter hingga 3.700 meter dpl. Lamanya
pendakian pun tak bisa disamakan. Satu gunung bisa memakan satu setengah
hari. Sedangkan yang lain bisa dibabat dengan tiga atau empat jam saja.
Willem bahkan pernah mendaki tiga gunung selama satu hari. Hal ini
memungkinkan karena letaknya berdekatan. Pada pukul 00.00 WIB, ia
mendaki dari kaki Gunung Gede di Cibodas, Jawa Barat. Pukul 05.00 WIB,
ia sampai di puncak, lalu turun lagi pada pukul 07.00 WIB.
Setelah melewati pertigaan menuju Gunung Pangrango (Kandang Badak 2400
Mt dpl) , Willem mencapai puncak kedua itu pada pukul 09.30 WIB. Setelah
itu, ia lanjut mendaki gunung ketiga, Burangrang, dan sampai di puncak
pada pukul 17.46 WIB. Semua catatan waktu ini rapi didokumentasikan
dalam buku perjalanannya.
LATIHAN DAN SURVAI
Pendakian
maraton bagi Willem bukanlah gaya-gayaan. Ia mengaku melakukan itu
semua untuk dirinya, mencari sebatas mana kemampuan yang dia miliki
untuk mendaki.
Karena itu, persiapan matang selalu dilakukan.
Minimal tiga bulan menjelang perjalanan, ia berlatih fisik dengan
berlari. Satu bulan di Senayan, satu bulan lagi latihan lari di Gunung
Bromo. “Paling bagus untuk latihan fisik adalah berlari di ketinggian,”
katanya.
Selain itu, ia juga harus melakukan survei jalur pada
lokasi tertentu yang belum ia hafal betul. “Salah-salah mengambil jalur,
saya bisa kehilangan banyak waktu. Buang waktu 10 menit rasanya bisa
berjam-jam. Pusing kalau begitu,” akunya yang pernah tersesat di Gunung
Ceremai, Jawa Barat.
Jika sudah merasa yakin, barulah Willem
mengemas barang dan mulai mendaki. Isi tas ia perhatikan betul, terutama
soal makanan, agar tak menambah beban berkilo-kilo.
Untuk soal
makanan ini, Willem punya rahasia jitu. Alih-alih membawa beras atau
roti, ia malah membeli kismis, sale pisang basah, dan selai kacang
sebagai menu wajib di dalam tasnya. Makanan ini merupakan asupan tepat
untuk mengembalikan energi karena cepat dicerna oleh tubuh.
“Di
kaki gunung, biasanya saya juga beli buah anggur atau pir hijau. Selain
energi, buah punya air yang bisa ganti cairan tubuh,” lanjutnya.
Di usia yang tak lagi muda, pria kelahiran Pontianak, Kalimantan Barat,
ini mengaku masih punya cita-cita atau obsesi . Targetnya adalah 30
gunung dalam 28 hari dengan tambahan beberapa gunung di Sumatra.
Sumber:
www.facebook.com/pages/Estepe/140819622782636
Tidak ada komentar:
Posting Komentar